LESSON STUDY
A. Pendahuluan
Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula
masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan
henti-hentinya untuk terus membicarakan dan memperdebatkan tentang
keberadaannya, mulai dari hal-hal yang bersifat fundamental-filsafiah sampai
dengan hal–hal yang sifatnya teknis-operasional. Sebagian besar pembicaraan
tentang pendidikan terutama tertuju pada bagaimana upaya untuk menemukan cara
yang terbaik guna mencapai pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan
sumber daya manusia yang handal, baik dalam bidang akademis, sosio-personal,
maupun vokasional.
Salah satu masalah atau topik pendidikan yang
belakangan ini menarik untuk diperbincangkan yaitu tentang Lesson Study,
yang muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik
pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Seperti dimaklumi, bahwa
sudah sejak lama praktik pembelajaran di Indonesia pada umumnya cenderung
dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral. Praktik
pembelajaran konvesional semacam ini lebih cenderung menekankan pada bagaimana
guru mengajar (teacher-centered) dari pada bagaimana siswa belajar (student-centered),
dan secara keseluruhan hasilnya dapat kita maklumi yang ternyata tidak banyak
memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran
siswa. Untuk merubah kebiasaan praktik pembelajaran dari pembelajaran
konvensional ke pembelajaran yang berpusat kepada siswa memang tidak mudah,
terutama di kalangan guru yang tergolong pada kelompok laggard (penolak
perubahan/inovasi). Dalam hal ini, Lesson Study tampaknya dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif guna mendorong terjadinya perubahan
dalam praktik pembelajaran di Indonesia menuju ke arah yang jauh lebih efektif.
Dalam tulisan ini, akan dipaparkan secara ringkas
tentang apa itu Lesson Study dan bagaimana tahapan-tahapan dalam Lesson
Study, dengan harapan dapat memberikan pemahaman sekaligus dapat mengilhami
kepada para guru (calon guru) dan pihak lain yang terkait untuk dapat
mengembangkan Lesson Study lebih lanjut guna kepentingan peningkatan
mutu proses dan hasil pembelajaran siswa.
B. Hakikat Lesson Study
Konsep dan praktik Lesson Study pertama kali
dikembangkan oleh para guru pendidikan dasar di Jepang, yang dalam bahasa
Jepang-nya disebut dengan istilah kenkyuu jugyo. Adalah Makoto Yoshida,
orang yang dianggap berjasa besar dalam mengembangkan kenkyuu jugyo di
Jepang. Keberhasilan Jepang dalam mengembangkan Lesson Study tampaknya
mulai diikuti pula oleh beberapa negara lain, termasuk di Amerika Serikat yang
secara gigih dikembangkan dan dipopulerkan oleh Catherine Lewis yang telah
melakukan penelitian tentang Lesson Study di Jepang sejak tahun 1993.
Sementara di Indonesia pun saat ini mulai gencar disosialisasikan untuk
dijadikan sebagai sebuah model dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran
siswa, bahkan pada beberapa sekolah sudah mulai dipraktikkan. Meski pada
awalnya, Lesson Study dikembangkan pada pendidikan dasar, namun saat ini
ada kecenderungan untuk diterapkan pula pada pendidikan menengah dan bahkan
pendidikan tinggi.
Lesson Study bukanlah suatu strategi atau metode dalam
pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan
berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan
melaporkan hasil pembelajaran. Lesson Study bukan sebuah proyek sesaat,
tetapi merupakan kegiatan terus menerus yang tiada henti dan merupakan sebuah
upaya untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip dalam Total Quality Management,
yakni memperbaiki proses dan hasil pembelajaran siswa secara terus-menerus,
berdasarkan data. Lesson Study merupakan kegiatan yang dapat mendorong
terbentuknya sebuah komunitas belajar (learning society) yang secara
konsisten dan sistematis melakukan perbaikan diri, baik pada tataran individual
maupun manajerial. Slamet Mulyana (2007) memberikan rumusan tentang Lesson
Study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui
pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada
prinsip-psrinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
komunitas belajar. Sementara itu, Catherine Lewis (2002) menyebutkan bahwa:
“lesson study is a simple idea. If you want to improve
instruction, what could be more obvious than collaborating with fellow teachers
to plan, observe, and reflect on lessons? While it may be a simple idea, lesson
study is a complex process, supported by collaborative goal setting, careful
data collection on student learning, and protocols that enable productive
discussion of difficult issues”.
Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson
Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar;
(2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru
lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran
secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan
pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya.
Dalam tulisannya yang lain, Catherine Lewis (2004)
mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial dari Lesson Study, yang
diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di Jepang,
yaitu:
- Tujuan bersama untuk jangka panjang. Lesson study didahului adanya kesepakatan dari para guru tentang tujuan bersama yang ingin ditingkatkan dalam kurun waktu jangka panjang dengan cakupan tujuan yang lebih luas, misalnya tentang: pengembangan kemampuan akademik siswa, pengembangan kemampuan individual siswa, pemenuhan kebutuhan belajar siswa, pengembangan pembelajaran yang menyenangkan, mengembangkan kerajinan siswa dalam belajar, dan sebagainya.
- Materi pelajaran yang penting. Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
- Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, bagaimana siswa melakukan tugas-tugas yang diberikan guru, serta hal-hal lainya yang berkaitan dengan aktivitas, partisipasi, serta kondisi dari setiap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, pusat perhatian tidak lagi hanya tertuju pada bagaimana cara guru dalam mengajar sebagaimana lazimnya dalam sebuah supervisi kelas yang dilaksanakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah.
- Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Dengan melakukan pengamatan langsung, data yang diperoleh tentang proses pembelajaran akan jauh lebih akurat dan utuh, bahkan sampai hal-hal yang detail sekali pun dapat digali. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang,
Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru
karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat:
(1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang
akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang
tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang
arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir
siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang
hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari
para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar
tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah
pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan
keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui
pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa
yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya
dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students”
(kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat
(obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan
jelas.
Sementara itu, menurut Lesson Study Project
(LSP) beberapa manfaat lain yang bisa diambil dari Lesson Study,
diantaranya: (1) guru dapat mendokumentasikan kemajuan kerjanya, (2) guru dapat
memperoleh umpan balik dari anggota/komunitas lainnya, dan (3) guru dapat
mempublikasikan dan mendiseminasikan hasil akhir dari Lesson Study.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, manfaat yang ketiga ini dapat dijadikan
sebagai salah satu Karya Tulis Ilmiah Guru, baik untuk kepentingan kenaikan
pangkat maupun sertifikasi guru.
Terkait dengan penyelenggaraan Lesson Study,
Slamet Mulyana (2007) mengetengahkan tentang dua tipe penyelenggaraan Lesson
Study, yaitu Lesson Study berbasis sekolah dan Lesson Study berbasis
MGMP. Lesson Study berbasis sekolah dilaksanakan oleh semua guru dari
berbagai bidang studi dengan kepala sekolah yang bersangkutan. dengan tujuan
agar kualitas proses dan hasil pembelajaran dari semua mata pelajaran di
sekolah yang bersangkutan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Lesson Study
berbasis MGMP merupakan pengkajian tentang proses pembelajaran yang dilaksanakan
oleh kelompok guru mata pelajaran tertentu, dengan pendalaman kajian tentang
proses pembelajaran pada mata pelajaran tertentu, yang dapat dilaksanakan pada
tingkat wilayah, kabupaten atau mungkin bisa lebih diperluas lagi.
Dalam hal keanggotaan kelompok, Lesson Study
Reseach Group dari Columbia University menyarankan cukup 3-6 orang
saja, yang terdiri unsur guru dan kepala sekolah, dan pihak lain yang
berkepentingan. Kepala sekolah perlu dilibatkan terutama karena perannya
sebagai decision maker di sekolah. Dengan keterlibatannya dalam Lesson
Study, diharapkan kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang penting dan
tepat bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolahnya, khususnya pada mata
pelajaran yang dikaji melalui Lesson Study. Selain itu, dapat pula
mengundang pihak lain yang dianggap kompeten dan memiliki kepedulian terhadap
pembelajaran siswa, seperti pengawas sekolah atau ahli dari perguruan tinggi.
C.
Lesson Study bukan metode mengajar dan juga bukan model
pembelajaran
Hal ini penting untuk menunjukkan hakikat lesson
study yang sebenarnya, agar jangan ada kesalahan dalam memahami apa
sesungguhnya lesson study tersebut. Lesson studi sama sekali bukan
termasuk salah satu dari genre metode mengajar yang selama ini telah
kita kenal, seperti ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok, inkuiri, dan masih
banyak lag yang lain. Prof. Dr. M.J. Rice, profesor ilmu-ilmu sosial di
Universitas Georgia, Amerika Serikat, mengelompokkan metode mengajar dalam 4
(empat) klasifikasi, yang keempat kelompok itu berada dalam satu kontinum yang
terkait satu dengan yang lainnya, yaitu: (1) ekspositori, (2) pengumpulan data,
(3) pengolahan data, dan (4) proyek. Keempat kelompok metode mengajar ini tidak
akan dibahas dalam artikel singkat ini. Penulis akan mencoba sekuat tenaga
untuk menulis tentang klasifikasi metode mengajar menurut Prof. Dr. M.J. Rice
tersebut.
Sekali lagi, lesson study tidak termasuk
dalam kelompok metode mengajar tersebut, karena lesson study bukanlah
metode mengajar atau pun model pembelajaran yang telah kita kenal selama ini.
Lalu, apakah lesson study itu? Dr.
Ibrohim, dosen Fakultas MIPA dari Universitas Negeri Malang, telah mencoba
merumuskan definisi operasional lesson study, sebagai berikut. ”Lesson
study adalah proses kegiatan pengkajian pembelajaran secara kolaboratif
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual
learning untuk membangun learning community”.
Sekali lagi, lesson study merupakan
proses pengkajian pembelajaran. Siapa yang melaksanakan pengkajian? Tentu saja
kelompok guru yang sadar terhadap pentingnya upaya peningkatan kompetensi
mereka dalam proses belajar mengajar. Para guru ini sadar bahwa proses
pembelajaran yang selama ini telah dilaksanakan harus dikaji dari waktu ke
waktu agar dapat lebih meningkat efektivitasnya bagi upaya untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Pertanyaan yang selalu diajukan dari waktu ke waktu antara
lain adalah “bagaimana caranya agar para siswa saya dapat mudah memahami
tentang apa yang saya ajarkan, dan dengan demikian hasil belajarnya menjadi
meningkat?” Kesadaran inilah yang menyebabkan para guru tersebut secara
bersama-sama mau melakukan proses pengkajiian proses pembelajarannya. Proses pengkajian
ini dilakukan secara kolaboratif dan berkelanjutan. Para guru tidak mau hebat
sendiri, sementara guru yang lain hanya “doing as usual” atau
melakukan apa adanya. Mereka ingin maju bersama, untuk bersama-sama
mencerdaskan peserta didiknya. Harapan ideal yang ingin dicapai dalam kegiatan lesson
study ini adalah membangun masyarakat belajar, sesuai dengan prinsip
belajar sepanjang hayat (life long learning).
D. Sejarah Perkembang Lesson Study
Jika ditelusuri jejak sejarahnya, lesson
study telah berkembang sejak abad 18 di negara Jepang. Dalam Bahasa
Jepang, lesson study dikenal dengan ”jugyokenkyu”, yang
merupakan gabungan dari dua kata yaitu ”jugyo” yang berarti lesson
atau pembelajaran, dan ”kenkyu” yang berarti study atau
kajian. Dengan demikian lesson study merupakan proses pengkajian
terhadap pembelajaran.
Konsep lesson study semakin berkembang
pada tahun 1995 berkat kegiatan The Third International Mathematics and
Science Study (TIMSS) yang diikuti oleh empat puluh satu negara dan ternyata
dua puluh satu negara di antaranya memperoleh skor rata-rata matematika yang
secara signifikan lebih tinggi dari skor rata-rata matemtika di Amerika
Serikat. Posisi tersebut membuat Amerika Serikat melakukan studi banding
pembelajaran matematika di Jepang dan Jerman. Dari studi banding tersebut Tim
Amerika Serikat menyadari bahwa Amerika Serikat belum memiliki sistem untuk
melakukan peningkatan mutu pembelajaran, sedangkan Jepang dan Jerman melakukan
peningkatan mutu secara berkelanjutan. Oleh karena itu, para ahli pendidikan
Amerika Serikat mengadopsi lesson study dari Jepang dan kemudian
mengembangkannya di negara-negara lain.
Di Indonesia, konsep lesson study
berkembang melalui program Indonesia Mathematics and Science Teacher
Education Project (IMSTEP) yang diimplementasikan sejak sejak Oktober
tahun 1998 di tiga IKIP, yaitu (1) IKIP Bandung (sekarang bernama Universitas
Pendidikan Indonesia, UPI), (2) IKIP Yogyakarta (sekarang bernama Universitas
Negeri Yogyakarta, UNY), dan (3) IKIP Malang (sekarang menjadi Universitas
Negeri Malang) yang telah bekerja sama dengan JICA (Japan International
Cooperation Agency). Perkebangan selanjutnya, lesson study tidak
hanya dilaksanakan pada mata pelajaran MIPA, tetapi juga mata pelajaran
lainnya.
Lesson study bak sebagai gadis manis
yang banyak dipinang orang. Untuk ini, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) melihat bahwa KKG dan MGMP menjadi
wahana yang ampuh untuk meningkatkan kompetensi pendidik secara berkelanjutan.
Oleh karena itu, lesson study akan sangat tepat apabila dapat
diterapkan menjadi salah satu kegiatan di KKG dan MGMP.
Sekali lagi, lesson study merupakan
kegiatan kajian terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Jadi, lesson study bukan metode mengajar, walaupun dalam kegiatan
kajian pembelajaran tersebut, para guru pasti akan membicarakan metode
mengajar, media, dan alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam proses
pembelajaran tersebut. Kegiatan kajian pembelajaran tersebut dilakukan oleh
sesama guru dalam kegiatan kelompok kerja guru di suatu sekolah atau pun suatu
tempat. Untuk apa kajian terhadap pembelajaran itu perlu dilakukan? Tentu saja,
kajian pembelajaran itu akan sangat berguna untuk menemukan nilai-nilai positif
atau praktif terbaik (best practices) dari pembelajaran yang dapat
diambil, yang kemudian dapat dipertahankan dan ditularkan kepada guru-guru yang
lain. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya tentu saja adalah untuk menemukan
kelemahan-kelemahan atau bahkan kesalahan-kesalahan yang perlu diperbaiki atau
untuk tidak dilakukan lagi oleh guru itu atau guru-guru yang lain. Dengan kata
lain, lesson study merupakan upaya terencana dan berkelanjutan untuk
melakukan kajian terhadap proses belajar mengajar seorang guru, untuk kepentingan
perbaikan atau peningkatan efektivitas pembelajaran bagi guru itu, yang secara
kolegial bermanfaat untuk kepentingan perbaikan dan peningkatan efektivitas
pembelajaran bagi guru-guru yang lain di sekolah atau di lingkungannya.
E. Tahapan-Tahapan Lesson Study
Berkenaan dengan tahapan-tahapan dalam Lesson Study
ini, dijumpai beberapa pendapat. Menurut Wikipedia (2007) bahwa Lesson Study
dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act
(PDCA). Sementara itu, Slamet Mulyana (2007) mengemukakan tiga tahapan dalam Lesson
Study, yaitu : (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do)
dan (3) Refleksi (See). Sedangkan Bill Cerbin dan Bryan Kopp dari University
of Wisconsin mengetengahkan enam tahapan dalam Lesson Study, yaitu:
- Form a Team: membentuk tim sebanyak 3-6 orang yang terdiri guru yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang kompeten serta memilki kepentingan dengan Lesson Study.
- Develop Student Learning Goals: anggota tim memdiskusikan apa yang akan dibelajarkan kepada siswa sebagai hasil dari Lesson Study.
- Plan the Research Lesson: guru-guru mendesain pembelajaran guna mencapai tujuan belajar dan mengantisipasi bagaimana para siswa akan merespons.
- Gather Evidence of Student Learning: salah seorang guru tim melaksanakan pembelajaran, sementara yang lainnya melakukan pengamatan, mengumpulkan bukti-bukti dari pembelajaran siswa.
- Analyze Evidence of Learning: tim mendiskusikan hasil dan menilai kemajuan dalam pencapaian tujuan belajar siswa
- Repeat the Process: kelompok merevisi pembelajaran, mengulang tahapan-tahapan mulai dari tahapan ke-2 sampai dengan tahapan ke-5 sebagaimana dikemukakan di atas, dan tim melakukan sharing atas temuan-temuan yang ada.
Untuk lebih jelasnya, dengan merujuk pada pemikiran
Slamet Mulyana (2007) dan konsep Plan-Do-Check-Act (PDCA), di bawah ini
akan diuraikan secara ringkas tentang empat tahapan dalam penyelengggaraan Lesson
Study
1. Tahapan Perencanaan (Plan)
Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung
dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Perencanaan diawali dengan kegiatan
menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran,
seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati
kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat ketahui
berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran.
Selanjutnya, secara bersama-sama pula dicarikan solusi untuk memecahkan segala
permasalahan ditemukan. Kesimpulan dari hasil analisis kebutuhan dan
permasalahan menjadi bagian yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan RPP,
sehingga RPP menjadi sebuah perencanaan yang benar-benar sangat matang,
yang didalamnya sanggup mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi
selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti
sampai dengan tahap akhir pembelajaran.
2. Tahapan Pelaksanaan (Do)
Pada tahapan yang kedua, terdapat dua kegiatan utama
yaitu: (1) kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang
guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang
telah disusun bersama, dan (2) kegiatan pengamatan atau observasi yang
dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca:
guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang
bertindak sebagai pengamat/observer)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tahapan
pelaksanaan, diantaranya:
- Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama.
- Siswa diupayakan dapat menjalani proses pembelajaran dalam setting yang wajar dan natural, tidak dalam keadaan under pressure yang disebabkan adanya program Lesson Study.
- Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, pengamat tidak diperbolehkan mengganggu jalannya kegiatan pembelajaran dan mengganggu konsentrasi guru maupun siswa.
- Pengamat melakukan pengamatan secara teliti terhadap interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, siswa-lingkungan lainnya, dengan menggunakan instrumen pengamatan yang telah disiapkan sebelumnya dan disusun bersama-sama.
- Pengamat harus dapat belajar dari pembelajaran yang berlangsung dan bukan untuk mengevalusi guru.
- Pengamat dapat melakukan perekaman melalui video camera atau photo digital untuk keperluan dokumentasi dan bahan analisis lebih lanjut dan kegiatan perekaman tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran.
- Pengamat melakukan pencatatan tentang perilaku belajar siswa selama pembelajaran berlangsung, misalnya tentang komentar atau diskusi siswa dan diusahakan dapat mencantumkan nama siswa yang bersangkutan, terjadinya proses konstruksi pemahaman siswa melalui aktivitas belajar siswa. Catatan dibuat berdasarkan pedoman dan urutan pengalaman belajar siswa yang tercantum dalam RPP.
3. Tahapan Refleksi (Check)
Tahapan ketiga merupakan tahapan yang sangat penting
karena upaya perbaikan proses pembelajaran selanjutnya akan bergantung dari
ketajaman analisis para perserta berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk
diskusi yang diikuti seluruh peserta Lesson Study yang dipandu oleh kepala
sekolah atau peserta lainnya yang ditunjuk. Diskusi dimulai dari penyampaian
kesan-kesan guru yang telah mempraktikkan pembelajaran, dengan menyampaikan
komentar atau kesan umum maupun kesan khusus atas proses pembelajaran yang
dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam
menjalankan RPP yang telah disusun.
Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan
atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan
terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya,
pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak
berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi
dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan
atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh
peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam
diskusi.
4. Tahapan Tindak Lanjut (Act)
Dari hasil refleksi dapat diperoleh sejumlah
pengetahuan baru atau keputusan-keputusan penting guna perbaikan dan
peningkatan proses pembelajaran, baik pada tataran indiividual, maupun
menajerial.
Pada tataran individual, berbagai temuan dan masukan
berharga yang disampaikan pada saat diskusi dalam tahapan refleksi (check)
tentunya menjadi modal bagi para guru, baik yang bertindak sebagai pengajar
maupun observer untuk mengembangkan proses pembelajaran ke arah lebih baik.
Pada tataran manajerial, dengan pelibatan langsung
kepala sekolah sebagai peserta Lesson Study, tentunya kepala sekolah
akan memperoleh sejumlah masukan yang berharga bagi kepentingan pengembangan
manajemen pendidikan di sekolahnya secara keseluruhan. Kalau selama ini kepala
sekolah banyak disibukkan dengan hal-hal di luar pendidikan, dengan
keterlibatannya secara langsung dalam Lesson Study, maka dia akan lebih
dapat memahami apa yang sesungguhnya dialami oleh guru dan siswanya dalam
proses pembelajaran, sehingga diharapkan kepala sekolah dapat semakin lebih
fokus lagi untuk mewujudkan dirinya sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
sumber tulisan:
1. http://www.suparlan.com/pages/posts/lesson-study-dan-peningkatan-kompetensi-guru-263.php
2. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/22/lesson-study-untuk-meningkatkan-pembelajaran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar