IMPLIMENTASI
MANAJEMEN KONFLIK DI SEKOLAH
(Studi kasus
di SMP Negeri 1 Warungasem)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan
Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi
antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya
konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga
perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut
sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan yang berujung pada
konflik. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja
organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang
disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi (institusi
maupun lokal pemerintah), kecenderungan terjadinya konflik, dapat
disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan
teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan, perubahan sistem nilai,
serta berbagai macam kepribadian individu.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami
faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di
dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok
dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih
memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan
menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.
Layaknya suatu organisasi, dunia pendidikan juga tidak lepas dari konflik.
Konflik pendidikan dapat terjadi disebabkan terjadinya pertentangan maupun
kesenjangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan baik itu
guru, kepala sekolah dan lainnya. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang
tepat agar konflik dapat ditanggulangi. Dalam tulisan ini saya akan mencoba
membahas tentang manajemen konflik pendidikan di SMP Negeri 1 Warungasem Kabupaten Batang.
Identifikasi
Masalah
SMP Negeri 1
Warungasem sebagai sebuah lembaga, tentu tidak mungkin bisa lepas dari adanya
konflik, baik konflik yang terjadi pada individu pendidik maupun tenaga
kependidikan, konflik antar pendidik maupun tenaga kependidikan, konflik
pendidik dengan peserta didik, konflik sekolah dengan lingkungan dan lain
sebagainya. Pada medio semester genap tahun pelajaran 2011/2012 ditemukan
adanya konflik antara seorang guru berinisial NIB dengan beberapa siswa.
Konflik ini bermuara dari ketidakpuasan siswa karena guru NIB sering tidak mengajar.
Rumusan
Permasalahan
Berangkat dari
latar belakang masalah dan identifkasi masalah di atas maka rumusan
permasalahan yang penulis angkat pada makalah ini adalah ; Bagaimanakah langkah
kepala sekolah dalam menyelesaikan konflik antara guru NIB dengan siswa?
Tujuan
Pembahasan
Pembahasan
yang akan penulis lakukan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana cara menyelesaikan konflik antara guru NIB dengan siswa sehingga
apabila terjadi konflik yang sama, maka cara penyelesaian ini bisa dijadikan
rujukan.
PEMBAHASAN
Teori Manajemen
Konflik Pendidikan
1. Pengertian Manajemen Konflik Pendidikan
Menurut terry (1973: 7) manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui
usaha orang lain. Ia merupakan kekuatan utama dalam organisasi yang
mengkoordinir berbagai kegiatan bagian-bagian (sub sistem) serta berhubungan
dengan lingkungan. Manajemen memiliki unsur-unsur yang meliputi unsur manusia
(manajer dan anggotanya), material, uang, waktu, prosedur serta pasar sehingga
manajemen merupakan proses yang dilaksanakan oleh manajer agar organisasi
berjalan menuju pencapaian tujuan secara efektif dan efesien. [1]
Sedangkan konflik menurut pengertian Robbins (1996) dalam “Organization
Behavior” adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya
ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas
pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang
menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada
keinginan manusia (Juanita, tt) .
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu
perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu
berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka
perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat
hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan
hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak
sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada
persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang
disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa
saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan
bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Dengan demikian manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi
antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk
pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada
bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan
bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi.
Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini
karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan
terhadap pihak ketiga. [2]
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang
diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke
arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir
berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan
ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik
dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah
(dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak
ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik
menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. [3]
Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan seorang manajer yang mampu menyelesaikan
konflik yang terjadi di lembaganya. Manajemen konflik pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk menghindari
konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
Menurut James A.F.Stoner dan Charles Wankel mengemukakan bahwa ada lima
jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar
individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
Jenis-jenis konflik ini juga terjadi dalam dunia pendidikan. Secara detailnya
dapat diuraikan seperti dibawah ini :
a). Konflik
Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri.
Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang
tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal
yaitu:
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua
pilihan yang sama-sama menarik.
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua
pilihan yang sama menyulitkan.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada
satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
b). Konflik
Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain
karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara
dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
c). Konflik antar
individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi
tekanan-tekanan oleh kelompok kerja mereka.
d). Konflik antara
kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi.
Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakandua macam
bidang konflik antar kelompok.
e). Konflik antara
organisasi
Dalam pendidikan konflik semacam ini dapat terjadi seperti konflik antara
satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Dari segi pihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Konflik
individu dengan individu, Konflik individu dengan kelompok, Konflik kelompok
dengan kelompok
Dari segi dampak yang ditimbulkan
Dari segi ini konflik dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional.
Konflik fungsional apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi
organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru merugikan
organisasi.
Menurut Heidjrachman dari berbagai penelitian dan percobaan ternyata
ditemukan hasil-hasil yang mirip antara yang satu dengan yang lain situasi,
yang timbul akibat adanya konflik, baik konflik yang fungsional maupun konflik
yang infungsional. Di antaranya yang penting adalah : timbulnya kekompakan di
antara anggota-anggota kelompok yang mempunyai konflik dengan kelompok yang
lain, Munculnya para pimpinan dari kelompok yang mengalami konflik,
ada gangguan terhadap persepsi para anggota atau kelompok yang mengalami konflik, Perbedaan antara kelompok yang mengalami konflik nampak lebih besar dari pada yang sebenarnya, sedangkan perbedaan pendapat antar individu dalam masing-masing kelompok tampak lebih kecil dari pada yang sebenanya.
terpilihnya “wakil-wakil” yang kuat dari pihak-pihak yang mengalami konflik
timbulnya ketidakmampuan untuk berfikir dan menganalisa permasalahan secara jernih.
ada gangguan terhadap persepsi para anggota atau kelompok yang mengalami konflik, Perbedaan antara kelompok yang mengalami konflik nampak lebih besar dari pada yang sebenarnya, sedangkan perbedaan pendapat antar individu dalam masing-masing kelompok tampak lebih kecil dari pada yang sebenanya.
terpilihnya “wakil-wakil” yang kuat dari pihak-pihak yang mengalami konflik
timbulnya ketidakmampuan untuk berfikir dan menganalisa permasalahan secara jernih.
2. Sebab Timbulnya
Konflik Pendidikan
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu
organisasi pendidikan antara lain adalah: berbagai sumber daya yang langka
ditemukan disekolah, perbedaan dalam tujuan antara manager dengan guru, saling
ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan, perbedaan dalam nilai atau
persepsi. Selain sebab-sebab di atas, ada juga sebab lain yang mungkin dapat
menimbulkan konflik dalam pendidikan misalnya gaya seseorang dalam bekerja,
ketidakjelasan organisasi (terutama lembaga swasta) dan masalah-masalah
komunikasi yang tidak terarah.
Fungsi Manajemen Konflik Dalam Pendidikan Sekolah
Dilihat dari fungsi implimentasi kebijakan untuk menerapkan manajemen
konflik, maka pada dasarnya hampir sama dengan fungsi dalam manajemen
umum. Rinciannya adalah sebagai berikut :
1). Fungsi-Fungsi
Manajemen
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia manajmeen diketahui secara umum
beberapa fungsi manajemen, antara lain adalah:
a). Perencanaan
(Planning)
Perencanaan merupakan tindakan awal dalam proses manajemen. Menurut Robbins
(1984) perencanaan adalah proses menentukan tujuan dan menetapkan cara terbaik
untuk mencapai tujuan. Dengan adanya perencanaan akan dapat mengarahkan,
mengurangi pengaruh lingkungan, mengurangi tumpang tindih serta merancang
standar untuk memudahkan pengawasan. Dengan perencanaan akan dapat
mengkoordinir berbagai kegiatan, mengarahkan manajer kepada tujuan yang akan
dicapai. [5]
b. Pengorganisasian (Organizing)
pengorganisasian adalah proses dimana pekerjaan yang ada dibagi dalam
komponen-komponen yang dapat ditaangani dan aktivitas mengkoordinasi
hasil-hasil yang akan dicapai sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Jadi proses pengorganisasian adalah kegiatan menempatkan seseorang dalam
struktur organisasi sehingga memiliki tanggung jawab, tugas dan kegiatan yang
berkaiatan dengan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan yang disepakati
bersama melalui perencanaan.
Pengorganisasian dalam aktivitasnya mencakup: siapa melakukan apa, siapa
memimpin siapa, menetapkan saluran komunikasi serta memusatkan sumber-sumber
daya terhadap sasaran.[6]
c. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan menurut Mondy dan premeaux (1995) adalah mempengaruhi orang
lain untuk melakukan apa yang diinginkan pimpinan untuk mereka lakukan. Jadi
kepemimpinan berkaiatan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mempengaruhi orang lain. Intinya adalah hubungan antar manusia.
Ketrampilan memimpin mencakup ketrampilan konseptual (pengetahuan),
ketrampilan teknikal dan ketrampilan interpersonal (komunikasi).
Ada empat gaya kepemimpinan yaitu:
Pemimpin otokratik, yaitu menyuruh bawahannya melakukan sesuatu tanpa ada
pertanyaan
Pemimpin partisipatif, yaitu selalu melibatkan bawahan dalam pengambilan
keputusan tetapi otoritas akhir sering berada di tangan pemimpin
Pemimpim demokratis, yaitu selalu mencoba memperhatikan dan me.akukan apa
yang dinginkan kebanyakan bawahannya
Pemimpin yang membebaskan bawahan (laissez faire), yaitu cenderung tidak
melibatkan diri kepada pekerjaan bawahan. [7]
d. Pengawasan
(Controlling)
Fungsi pengawasan mencakup semua akktivitas yang dilaksanakan oleh manajer
dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yag direncanakan. [8]
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif
apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu
perubahan :
Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan
tanggung jawab mereka.
Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
Menumbuhkan semangat baru pada staf.
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam
organisasi.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat
berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik
secara perorangan maupun kelompok. Biasanya tiap kelompok berupaya melakukan
berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan
mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
Selain itu fungsi manajemen konflik pendidikan adalah untuk menghindari
konflik, Mengakomodasi (memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur
strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi
orang lain), kompetisi, kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau
kolaborasi
Prinsip Kebijakan Implimentasi Manajemen Konflik di Sekolah
Prinsip manajemen berdasarkan sasaran (MBS)
Istilah MBS pertama kali dipopulerkan sebagai suatu pendekatan terhadap
perencanaan oleh Peter drucker (1954) yang dikenal dengan MBO (Management By
Objektivitas). MBO merupakan teknik manajemen yang membantu memperjelas dan
menjabarkan tujuan organisasi.
Sistem
MBO dapat efektif jika mengandung unsur-unsur:
Komitmen pada program
Penentuan sasaran pada tingkat puncak
Sasaran individu
Peran serta aktif semua tingkatan manajer
Otonomi dalam pelaksanaan rencana
Prinsip manajemen berdasarkan orang
Manajemen berdasarkan orang merupakan suatu konsep manajemen modern yang
mengkaji keterkaitan dimensi perilaku, komponen sistem dalam kaitannya dengan perubahan
dan dan pengembangan organisasi.[10]
Prinsip manajemen berdasarkan informasi
Perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan membutuhkan
informasi. Informasi yang dibutuhkan manajer disediakan oleh suatu sistem
informasi manjemen (MIS). Informasi ini dimanfaatkan sebagai dasar untuk
melakukan pemantauan dan penilaian kegiatan serta hasil-hasil yang dicapai.[11]
Kemudian konflik dapat berkembang karena berbagai sebab, sebagiannya sebagai
berikut:
1.
Batasan pekerjaan yang
tidak jelas
2.
Hambatan komunikasi
3.
Tekanan waktu
4. Standar, peraturan
dan kebijakan yang tidak masuk akal
5.
Pertikaian antar pribadi
6.
Perbedaan status
7.
Harapan yang tidak
terwujud
Jennifer Batton, menyebutkan beberapa prinsip dasar implimentasi dalam manajemen konflik
pendidikan, yaitu :
Needs
Assessment (Asessmen kebutuhan)
Secure
Administrative Support (Administrasi yang terjamin)
Select Site
Leadership Team (Menyeleksi orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan)
Orient
Students (Oreantasi siswa)
Select
Students and/or Staff to be Involved (menyeleksi para peserta didik dan staff
untuk lebih terlibat dalam pendidikan)
Provide
Training (Mengadakan training)
Publicize
Programming (melakukan publikasi program)
Utilize the
Program
Evaluate the
Program (dan evaluasi program), (Jennifer Batton, 2007).
Kebijakan Implementasi Manajemen Konflik di Sekolah
Implimentasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa
pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya menyebutkan
bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implimentasi manajemen Konflik
dalam bidang pendidikan yaitu :
Process Curriculum: yaitu dalam penyusun kurikulum selalu melibat seluruh
elemen yang berkepentingan. Disamping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk
guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses
penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up
terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
Mediation Program: menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu
memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Disamping menyiapkan module untuk
para guru.
Peaceable Classroom: yaitu semua guru yang mengajar di sekolah mampu
melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Disamping
memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.
.Peaceable School : Menerapkan manajemen konflik di sekolah secara
konperehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses
pembelajara untuk siswa, guru dan masyarakan. Guru terus dikembangkan menjadi
profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat
harus punya inistive untuk pemahaman.
Jennifer Batton, dari Cuyahoga Community College dalam laporan global issue
resource center memberikan gambaran tentang implimentasi manajemen konflik
dalam pendidikan. Berikut dibawah ini adalah gambaran manajemen konflik di
sekolah :
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan
mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami
peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus
mencari bantuan untuk memahaminya.
Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola
dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan
tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi
dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan
untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.
Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang
terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk
menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif
dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai
satu cara hidup.
Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting
untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat
telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali
permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Pendekatan dalam Resolusi konflik Tergantung pada :
q Konflik itu sendiri
q
Karakteristik
orang-orang yang terlibat di dalamnya
q
Keahlian
individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
q Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
q Ketersediaan waktu dan tenaga
Petunjuk
Pendekatan Situasi Konflik :
q Diawali melalui penilaian diri sendiri
q Analisa isu-isu seputar konflik
q
Tinjau
kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
q
Atur dan
rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
q
Memantau
sudut pandang dari semua individu yang terlibat
q Mengembangkan dan menguraikan solusi
q Memilih solusi dan melakukan tindakan
q Merencanakan pelaksanaannya
Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui
kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada
beberapa cara untuk menangani konflik antara lain Introspeksi diri,
Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat Identifikasi sumber konflik Mengetahui
pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Anlisis Penyelesaian
Konflik
Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan seorang manajer yang mampu menyelesaikan
konflik yang terjadi di lembaganya. Manajemen konflik pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk menghindari
konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
Fungsi manajemen konflik pendidikan adalah untuk menghindari konflik, Mengakomodasi
(memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain), kompetisi,
kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau kolaborasi
Prinsip-prinsip
manajemen konflik pendidikan, yaitu :Needs Assessment (Asessmen kebutuhan), Secure Administrative
Support (Administrasi yang terjamin), Select Site Leadership Team (Menyeleksi
orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan), Orient Students (Oreantasi
siswa)Select Students and/or Staff to be Involved (menyeleksi para peserta
didik dan staff untuk lebih terlibat dalam pendidikan), Provide Training
(Mengadakan training) Publicize Programming (melakukan publikasi program),
Utilize the ProgramEvaluate the Program (dan evaluasi program). Implimentasi
manajemen konflik di Sekolah dapat mencakup Process Curriculum, Mediation
Program, Peaceable Classroom, Peaceable School.
Sebagaimana
dijelaskan di atas, maka harus ada manajer yang mengatur penyelesaian konflik.
Orang tersebut tidak lain adalah kepala sekolah. Dijelaskan oleh Mulyasa,
kepala sekolah dapat menjadi pihak utama dalam konflik-konflik yang terjadi di
sekolah, yakni melibatkan diri secara aktif dalam situasi konflik yang
berkembang, pada kasus apapun kepala sekolah harus menjadi seorang partisan
yang terampil dalam dinamika konflik, sehingga dapat meningkatkan prestasi
seluruh tenaga kependidikan di sekolah.[12]
Mulyasa lebih
lanjut menjelasksn, meskipun konflik sudah meruncing dan mengganggu
pembelajaran, serta membahayakan pencapaian tujuan pendidikan, kepala sekolah
tetap harus dapat mengatasinya. Untuk dapat mengatasi konflik perlu memahami
sebab dan sumbernya; berdasarkan pemahaman akan sebab dan sumber konflik dapat
dicarikan jalan pemecahan yang paling baik.
Apa yang
dikemukakan oleh Mulyasa sejalan dengan Taty Rosmiati dan Dedy Achmad Kurniady.
Menurut mereka, kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki fungsi
utama sebagai berikut.
Pemimpin
membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerja sama, dengan penuh rasa
kebebasan,
Pemimpin
membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan
rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
Pemimpin
membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok
dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling
praktis dan efektif.
Pemimpin
bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin
memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin
mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi
pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan obyektif.
Pemimpin
bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.[13]
Oleh karena
itu menurut Syaiful Sagala, kepala sekolah haruslah tangguh. Ketangguhan kepala
sekolah akan menciptakan sekolah yang bermutu dan kompetitif. Katengguhan ini
menggambarkan bahwa kepala sekolah itu memiliki (1) kekuatan teknikal penerapan
fungsi-fungsi manajemen; (2) kekuatan manusia pemanfaatan potensi sosial
sekolah; (3) kekuatan pendidikan dan kepemimpinan; (4) kekuatan simbolik atas
kedudukan profesional; dan (5) kekuatan budaya sebagai sistem nilai yang
berorientasi pada budaya mutu dan etos kerja yang tinggi.[14]
Seperti
dikutip oleh Husaini Usman, Dunnate (1976) memberikan lima strategi untuk mengatasi konflik dalam lima
kemungkinan, yaitu 1) jika kerjasama sama rendah dan kepuasan diri sendiri
tinggi maka gunakan pemaksaan (forcing) atau competing, 2. Jika
kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan penghindaran (avoiding),
3) jika kerjasama dan kepuasan diri
seimbang (cukup) maka gunakan kompromi (compromising), 4) jika kerjasama
tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi maka gunakan kolaboratif (collaborating),
dan 5) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan
penghalusan (smoothing).[15]
Forcing (pemaksaan) menyangkut
penggunaan kekerasan, ancaman, dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan
melakukan seperti yang dikehendaki. Pemaksaan hanya cocok dalam situasi
tertentu untuk melaksanakan perubahan penting dan mendesak. Pemaksaan dapat
mengakibatkan bentuk perlawanan terbuka dan tersembunyi (sabotase).
Avoding (penghindaran) berarti menjauh dari
lawan konflik. Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang tidak
tergantung pada lawan individu atau kelompok konflik dan tidak mempunyai
kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan lawan konflik.
Compromising
(pengkompromian)
berarti tawar-menawar untuk melakukan kompromi sehingga mendapatkan
kesepakatan. Tujuan masing-masing pihak adalah untuk mendapatkan kesepakatan
terbaik yang saling menguntungkan. Pengompromian akan berhasil apabila kedua
belah pihak saling menghargai dan saling percaya.
Collaborating
berarti kedua belah
pihak yang konflik masih saling mempertahankan keuntungan terbesar bagi dirinya
atau kelompoknya saja.
Smoothing (penghalusan) atau conciliation berarti
tindakan mendamaikan yang berusaha untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan
rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar ketidaksepakatan itu. Conciliation
berbentuk mengambil muka (menjilat) dan pengakuan. Conciliation cocok
digunakan apabila kesepakatan itu sudah tidak relevan lagi dalam hubungan kerja
sama.
Sedangkan menurut
Mulyasa, mengutip pendapat Thomas, menyebutkan bahwa pendekatan penyelesaian
konflik adalah sebagai berikut.[16]
Mempersatukan (integrating).
Merupakan salah satu pendekatan penyelesaian konflik melalui tukar menukar
informasi dan ada keinginan untuk mengamati perbedaan serta mencari solusi yang
dapat diterima oleh semua pihak.
Membantu (obliging),
menetapkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai
rendah. Pendekatan ini untuk mengangkat dan menghargai orang lain , membuat
mereka merasa lebih baik dan senang terhadap sesuatu. Pendekatan ini berperan
dalam menyempitkan perbedaan antar kedua pihak dan mendorong mereka untuk
mencari persamaan.
Mendominasi (dominating).
Pendekatan ini menekankan pada diri sendiri dan meremehkan kepentingan
orang lain, sehingga kewajiban bisa dikalahkan oleh keinginan pribadi.
Pendekatan ini efektif untuk menentukan keputusan secara cepat, dan jika
permasalahan tersebut kurang penting.
Menghindar (avoiding).
Mengadakan
kompromi (compromising). Pendekatan ini merupakan penyelesaian jalan
tengah. Pendekatan ini bisa menjadi pemecah perbedaan, sehingga kompromi hampir
selalu dijadikan sarana oleh semua pihak yang berselisih untuk memberikan jalan
keluar atau pemecahan masalah.
Dalam hal
kasus konflik yang terjadi antara guru NIB dengan beberapa siswa, maka kepala
sekolah sebagai manajer telah menempuh beberapa pendekatan untuk menyelesaikan
konflik tersebut.
Pertama, pendekatan avoiding. Terhadap
guru NIB, kepala sekolah memberikan waktu selama satu bulan untuk tidak
mengajar di kelas dan bahkan istirahat di rumah. Langkah ini diambil karena
kepala sekolah melihat bahwa guru NIB mempunyai persoalan diluar kedinasan yang
harus diselesaikan sendiri yang bila tidak diselesaikan dengan segera akan mengganggu
kinerja guru NIB. Dengan tidak mengajar di kelas maka secara otomatis tidak ada
kontak antara guru NIB dengan para siswa yang mengalami konflik dengan dia.
Kedua, pendekatan forching. Dalam
konflik ini, kepala sekolah memaksa guru NIB agar memperbaiki kesalahannya,
karena kesalahan tersebut merupakan sumber konflik antara guru NIB dengan
murid.
Ketiga, pendekatan compromising. Kedua
pihak yang mengalami konflik, diminta untuk saling memahami keadaan
masing-masing. Guru NIB diminta memahami keinginan murid-muridnya, dan para
murid diminta memahami keadaan guru NIB. Dengan saling memahami maka konflik
akan bisa diselesaikan dengan baik.
KESIMPULAN
Manajemen
konflik merupakan seni untuk mengelola dan menyelesaikan konflik yang terjadi
dalam sebuah kelompok atau organisasi, tak terkecuali lembaga pendidikan.
Mengingat konflik merupakan sebuah keniscayaan dalam setiap komunitas yang
terdiri dari bermacam-macam individu dengan karakteristik masing-masing, maka pemimpin
atau dalam hal ini adalah kepala sekolah harus memiliki bekal/ilmu dalam
mengatasi konflik.
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala SMP Negeri 1 Warungasem telah
menerapkan manajemen konflik dalam menyelesaikan konflik yang terjadi
dilingkungan kerjanya. Sebagai manajer, kepala sekolah telah mampu mengelola
dan menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan konflik lain yang lebih luas.
Oleh karena
konflik pasti akan selalu muncul, maka kepala sekolah semestinya menyaipakan
tips atau trik dalam manajemen konflik, diantaranya adalah mengelola waktu
dengan baik, mengembangkan energi dan memecahkan masalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik: Definisi dan Teori Konflik,
jepits.wordpress.com/2007/12/19/
E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006.
Eko Putro Widoyoko, Manajemen Konflik Dalam Organisasi, www.um-pwr.ac.id
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001
Jennifer
Batton, A World of Possibilities: Conflict Resolution Education
Around the Globe Educators as Change Agents, Global Issues Resource Center,
www.tri-c.edu/community/girc.htm
Musfirotun
Yusuf, Manajemen Pendidikan, Pekalongan, STAIN Pekalongan Press, 2008.
Riduwan, Ed.,
Manajemen Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2010.
Sagala,
Syaiful, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung,
Alfabeta, 2010.
Syafaruddin dan Irwan
nasution, Manajemen Pembelajaran, Ciputat, Quantum teaching, 2005
Tilaar, H.A.R, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006
Usman,
Husaini, Manajemen, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta, Bumi
Aksara, 2006.
[1] Syafaruddin dan Irwan nasution, Manajemen
Pembelajaran, (Ciputat: Quantum teaching, 2005), hal.
70-71.
[2] Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik:
Definisi dan Teori Praktek, jepits.wordpress.com/2007/12/19/
[3] Ibid.
[7] Ibid., hal. 74. Lihat juga Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan, (Pekalongan:
STAIN Pekalongan Press, 2008), hal. 122-123.
[8] Ibid.
[10] Ibid.,
hal. 39.
[11] Ibid.,
hal. 45.
[12] E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 247.
[13] Taty Rosmiati
dan Dedy Achmad Kurniady, Kepemimpinan Pendidikan, dalam Riduwan, Ed.,
Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 126.
[14] Syaiful
Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung:
Alfabeta, 2010), hal. 89.
[15] Husaini Usman,
Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hal. 390.
[16] E. Mulyasa, Menjadi
Kepala Sekolah Profesional, hal. 249-251.
Artikel Baguss....
BalasHapusKonflik terutama dalam organisasi tidak bisa dihindari, namun tidak semua konflik itu buruk, ada kalanya konflik mampu menghasilkan solusi terbaik dari sekian banyak perbedaan pendapat.
Sekedar ingin berbagi, barangkali bisa sedikit menambah artikel mengenai manajemen konflik.
Klik --> Makalah Manajemen Konflik