Minggu, 08 Juli 2012

Makalah Manajemen Konflik

IMPLIMENTASI MANAJEMEN KONFLIK DI SEKOLAH
(Studi kasus di SMP Negeri 1 Warungasem)


PENDAHULUAN
Latar Belakang Permasalahan
Setiap kelompok dalam satu organisasi dimana  di dalamnya  terjadi interaksi antara  satu dengan  lainnya, memiliki kecenderungan  timbulnya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,  tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya  kemarahan yang berujung pada konflik. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.  Dalam suatu organisasi (institusi maupun lokal pemerintah),  kecenderungan terjadinya  konflik, dapat disebabkan  oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan, perubahan sistem nilai, serta berbagai macam  kepribadian  individu.
Seorang pimpinan yang ingin memajukan organisasinya, harus memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam individu maupun konflik antar perorangan dan konflik di dalam kelompok dan konflik antar kelompok. Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif.
Layaknya suatu organisasi, dunia pendidikan juga tidak lepas dari konflik. Konflik pendidikan dapat terjadi disebabkan terjadinya pertentangan maupun kesenjangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan baik itu guru, kepala sekolah dan lainnya. Oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat agar konflik dapat ditanggulangi. Dalam tulisan ini saya akan mencoba membahas tentang manajemen konflik pendidikan di SMP Negeri 1 Warungasem Kabupaten Batang.

Identifikasi Masalah
SMP Negeri 1 Warungasem sebagai sebuah lembaga, tentu tidak mungkin bisa lepas dari adanya konflik, baik konflik yang terjadi pada individu pendidik maupun tenaga kependidikan, konflik antar pendidik maupun tenaga kependidikan, konflik pendidik dengan peserta didik, konflik sekolah dengan lingkungan dan lain sebagainya. Pada medio semester genap tahun pelajaran 2011/2012 ditemukan adanya konflik antara seorang guru berinisial NIB dengan beberapa siswa. Konflik ini bermuara dari ketidakpuasan siswa karena guru NIB sering tidak mengajar.

Rumusan Permasalahan
Berangkat dari latar belakang masalah dan identifkasi masalah di atas maka rumusan permasalahan yang penulis angkat pada makalah ini adalah ; Bagaimanakah langkah kepala sekolah dalam menyelesaikan konflik antara guru NIB dengan siswa?

Tujuan Pembahasan
Pembahasan yang akan penulis lakukan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan konflik antara guru NIB dengan siswa sehingga apabila terjadi konflik yang sama, maka cara penyelesaian ini bisa dijadikan rujukan.

PEMBAHASAN
Teori Manajemen Konflik Pendidikan
1. Pengertian Manajemen Konflik Pendidikan
Menurut terry (1973: 7) manajemen ialah proses memperoleh tindakan melalui usaha orang lain. Ia merupakan kekuatan utama dalam organisasi yang mengkoordinir berbagai kegiatan bagian-bagian (sub sistem) serta berhubungan dengan lingkungan. Manajemen memiliki unsur-unsur yang meliputi unsur manusia (manajer dan anggotanya), material, uang, waktu, prosedur serta pasar sehingga manajemen merupakan proses yang dilaksanakan oleh manajer agar organisasi berjalan menuju pencapaian tujuan secara efektif dan efesien. [1]
Sedangkan konflik menurut pengertian Robbins (1996) dalam “Organization Behavior” adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia (Juanita, tt) .
Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Dengan demikian manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. [2]
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. [3]
Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan seorang manajer yang mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di lembaganya. Manajemen konflik pendidikan dapat diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
Menurut James A.F.Stoner dan Charles Wankel mengemukakan bahwa ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi. Jenis-jenis konflik ini juga terjadi dalam dunia pendidikan. Secara detailnya dapat diuraikan seperti dibawah ini :
a). Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu:
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.
b). Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
c). Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan oleh kelompok kerja mereka.
d). Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakandua macam bidang konflik antar kelompok.
e). Konflik antara organisasi
Dalam pendidikan konflik semacam ini dapat terjadi seperti konflik antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.

Selain jenis konflik di atas juga dikenal macam-macam konflik lainnya, yaitu :[4]
Dari segi pihak yang terlibat dalam konflik
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: Konflik individu dengan individu, Konflik individu dengan kelompok, Konflik kelompok dengan kelompok
Dari segi dampak yang ditimbulkan
Dari segi ini konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik fungsional apabila dampaknya dapat memberi manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampaknya justru merugikan organisasi.
Menurut Heidjrachman dari berbagai penelitian dan percobaan ternyata ditemukan hasil-hasil yang mirip antara yang satu dengan yang lain situasi, yang timbul akibat adanya konflik, baik konflik yang fungsional maupun konflik yang infungsional. Di antaranya yang penting adalah : timbulnya kekompakan di antara anggota-anggota kelompok yang mempunyai konflik dengan kelompok yang lain, Munculnya para pimpinan dari kelompok yang mengalami konflik,
ada gangguan terhadap persepsi para anggota atau kelompok yang mengalami konflik,
Perbedaan antara kelompok yang mengalami konflik nampak lebih besar dari pada yang sebenarnya, sedangkan perbedaan pendapat antar individu dalam masing-masing kelompok tampak lebih kecil dari pada yang sebenanya.
terpilihnya “wakil-wakil” yang kuat dari pihak-pihak yang mengalami konflik
timbulnya ketidakmampuan untuk berfikir dan menganalisa permasalahan secara jernih.
2. Sebab Timbulnya Konflik Pendidikan
Faktor-faktor  yang dapat menimbulkan adanya konflik  dalam suatu organisasi pendidikan antara lain adalah: berbagai sumber daya yang langka ditemukan disekolah, perbedaan dalam tujuan antara manager dengan guru, saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan, perbedaan dalam nilai atau persepsi. Selain sebab-sebab di atas, ada juga sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam pendidikan misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidakjelasan organisasi (terutama lembaga swasta) dan masalah-masalah komunikasi yang tidak terarah.

Fungsi Manajemen Konflik Dalam Pendidikan Sekolah
Dilihat dari fungsi implimentasi kebijakan untuk menerapkan manajemen konflik,  maka pada dasarnya hampir sama dengan fungsi dalam manajemen umum. Rinciannya adalah sebagai berikut :
1). Fungsi-Fungsi Manajemen
Sebagaimana diketahui bahwa dalam dunia manajmeen diketahui secara umum beberapa fungsi manajemen, antara lain adalah:
a). Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan tindakan awal dalam proses manajemen. Menurut Robbins (1984) perencanaan adalah proses menentukan tujuan dan menetapkan cara terbaik untuk mencapai tujuan. Dengan adanya perencanaan akan dapat mengarahkan, mengurangi pengaruh lingkungan, mengurangi tumpang tindih serta merancang standar untuk memudahkan pengawasan. Dengan perencanaan akan dapat mengkoordinir berbagai kegiatan, mengarahkan manajer kepada tujuan yang akan dicapai. [5]
b. Pengorganisasian (Organizing)
pengorganisasian adalah proses dimana pekerjaan yang ada dibagi dalam komponen-komponen yang dapat ditaangani dan aktivitas mengkoordinasi hasil-hasil yang akan dicapai sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai. Jadi proses pengorganisasian adalah kegiatan menempatkan seseorang dalam struktur organisasi sehingga memiliki tanggung jawab, tugas dan kegiatan yang berkaiatan dengan fungsi organisasi dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama melalui perencanaan.
Pengorganisasian dalam aktivitasnya mencakup: siapa melakukan apa, siapa memimpin siapa, menetapkan saluran komunikasi serta memusatkan sumber-sumber daya terhadap sasaran.[6]
c. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan menurut Mondy dan premeaux (1995) adalah mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang diinginkan pimpinan untuk mereka lakukan. Jadi kepemimpinan berkaiatan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain. Intinya adalah hubungan antar manusia.
Ketrampilan memimpin mencakup ketrampilan konseptual (pengetahuan), ketrampilan teknikal dan ketrampilan interpersonal (komunikasi).
Ada empat gaya kepemimpinan yaitu:
Pemimpin otokratik, yaitu menyuruh bawahannya melakukan sesuatu tanpa ada pertanyaan
Pemimpin partisipatif, yaitu selalu melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan tetapi otoritas akhir sering berada di tangan pemimpin
Pemimpim demokratis, yaitu selalu mencoba memperhatikan dan me.akukan apa yang dinginkan kebanyakan bawahannya
Pemimpin yang membebaskan bawahan (laissez faire), yaitu cenderung tidak melibatkan diri kepada pekerjaan bawahan. [7]
d. Pengawasan (Controlling)                                 
Fungsi pengawasan mencakup semua akktivitas yang dilaksanakan oleh manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yag direncanakan. [8]
Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :
Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
Menumbuhkan semangat baru pada staf. 
Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
Menghasilkan distribusi sumber tenaga  yang lebih merata  dalam organisasi.
Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam  organisasi  baik secara perorangan maupun kelompok. Biasanya tiap kelompok berupaya melakukan berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.
Selain itu fungsi manajemen konflik pendidikan adalah untuk menghindari konflik, Mengakomodasi (memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya  apabila isu tersebut penting bagi orang lain),  kompetisi, kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau kolaborasi  
 Prinsip Kebijakan Implimentasi Manajemen Konflik di Sekolah
Prinsip manajemen berdasarkan sasaran (MBS)
Istilah MBS pertama kali dipopulerkan sebagai suatu pendekatan terhadap perencanaan oleh Peter drucker (1954) yang dikenal dengan MBO (Management By Objektivitas). MBO merupakan teknik manajemen yang membantu memperjelas dan menjabarkan tujuan organisasi.
            Sistem MBO dapat efektif jika mengandung unsur-unsur:
Komitmen pada program
Penentuan sasaran pada tingkat puncak
Sasaran individu
Peran serta aktif semua tingkatan manajer
Otonomi dalam pelaksanaan rencana
Penilai prestasi [9].
Prinsip manajemen berdasarkan orang
Manajemen berdasarkan orang merupakan suatu konsep manajemen modern yang mengkaji keterkaitan dimensi perilaku, komponen sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan dan pengembangan organisasi.[10]
Prinsip manajemen berdasarkan informasi
Perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan membutuhkan informasi. Informasi yang dibutuhkan manajer disediakan oleh suatu sistem informasi manjemen (MIS). Informasi ini dimanfaatkan sebagai dasar untuk melakukan pemantauan dan penilaian kegiatan serta hasil-hasil yang dicapai.[11]
Kemudian konflik dapat berkembang karena berbagai sebab, sebagiannya sebagai berikut:
1.      Batasan pekerjaan yang tidak jelas
2.      Hambatan komunikasi
3.      Tekanan waktu
4.      Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5.      Pertikaian antar pribadi
6.      Perbedaan status
7.      Harapan yang tidak terwujud
Jennifer Batton, menyebutkan beberapa prinsip dasar implimentasi dalam manajemen konflik pendidikan, yaitu :
Needs Assessment (Asessmen kebutuhan)
Secure Administrative Support (Administrasi yang terjamin)
Select Site Leadership Team (Menyeleksi orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan)
Orient Students (Oreantasi siswa)
Select Students and/or Staff to be Involved (menyeleksi para peserta didik dan staff untuk lebih terlibat dalam pendidikan)
Provide Training (Mengadakan training)
Publicize Programming (melakukan publikasi program)
Utilize the Program
Evaluate the Program (dan evaluasi program), (Jennifer Batton, 2007).

Kebijakan Implementasi Manajemen Konflik di Sekolah
Implimentasi manajemen konflik dalam pendidikan dilakukan dengan beberapa pendekatan. Menurut Donna Crawford dan Richard dalam laporannya menyebutkan bahwa memiliki empat pendekatan dalam melakukan implimentasi manajemen Konflik dalam bidang pendidikan yaitu :
Process Curriculum: yaitu dalam penyusun kurikulum selalu melibat seluruh elemen yang berkepentingan. Disamping terus melakukan pelatihan-pelatihan untuk guru dan kalau memungkinkan selalu melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum, proses pengembangan dan selalu melakukan follow up terhadap gejala-gejala konflik dalam pendidikan.
Mediation Program: menyiapkan training/pelatihan untuk guru supaya mampu memediasi persoalan-persoalan di sekolah. Disamping menyiapkan module untuk para guru.
Peaceable Classroom: yaitu semua guru yang mengajar di sekolah mampu melakukan kerjasama dengan sesama guru dan pihak manajemen sekolah. Disamping memberi pemahaman kepada siswa sebagai peace maker.
.Peaceable School : Menerapkan manajemen konflik di sekolah secara konperehensif dalam sistem pendidikan. Dengan terus mengembangkan proses pembelajara untuk siswa, guru dan masyarakan. Guru terus dikembangkan menjadi profesional, murid diharapkan punya informasi tentang konflik dan masyarakat harus punya inistive untuk pemahaman.
Jennifer Batton, dari Cuyahoga Community College dalam laporan global issue resource center memberikan gambaran tentang implimentasi manajemen konflik dalam pendidikan. Berikut dibawah ini adalah gambaran manajemen konflik di sekolah :
Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:
Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat digunakan  untuk mengelola dan mencegah konflik.  Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya.  Misalnya; Perawat junior yang berprestasi  dapat  dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang  yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan  untuk menduduki  jabatan yang lebih tinggi.
Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk  menghindari konflik adalah dengan menerapkan  komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari  yang akhirnya dapat dijadikan sebagai  satu cara hidup.
Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para  pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

Pendekatan dalam Resolusi konflik Tergantung pada :
q       Konflik itu sendiri
q       Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
q       Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
q       Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
q       Ketersediaan waktu dan tenaga

Petunjuk Pendekatan  Situasi Konflik  :
q       Diawali  melalui penilaian diri sendiri
q       Analisa  isu-isu seputar konflik
q       Tinjau kembali  dan sesuaikan dengan  hasil eksplorasi diri sendiri.
q       Atur dan rencanakan  pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
q       Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
q       Mengembangkan dan  menguraikan solusi
q       Memilih solusi dan melakukan tindakan
q       Merencanakan pelaksanaannya
 Untuk menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani konflik antara lain Introspeksi diri, Mengevaluasi pihak-pihak yang terlibat Identifikasi sumber konflik Mengetahui pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.

Anlisis Penyelesaian Konflik
Dalam dunia pendidikan, dibutuhkan seorang manajer yang mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di lembaganya. Manajemen konflik pendidikan dapat diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh manajer untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.
Fungsi manajemen konflik pendidikan adalah untuk menghindari konflik, Mengakomodasi (memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya  apabila isu tersebut penting bagi orang lain),  kompetisi, kompromi atau negosiasi, memecahkan masalah atau kolaborasi  
Prinsip-prinsip manajemen konflik pendidikan, yaitu :Needs Assessment (Asessmen kebutuhan), Secure Administrative Support (Administrasi yang terjamin), Select Site Leadership Team (Menyeleksi orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan), Orient Students (Oreantasi siswa)Select Students and/or Staff to be Involved (menyeleksi para peserta didik dan staff untuk lebih terlibat dalam pendidikan), Provide Training (Mengadakan training) Publicize Programming (melakukan publikasi program), Utilize the ProgramEvaluate the Program (dan evaluasi program). Implimentasi manajemen konflik di Sekolah dapat mencakup Process Curriculum, Mediation Program, Peaceable Classroom, Peaceable School.
Sebagaimana dijelaskan di atas, maka harus ada manajer yang mengatur penyelesaian konflik. Orang tersebut tidak lain adalah kepala sekolah. Dijelaskan oleh Mulyasa, kepala sekolah dapat menjadi pihak utama dalam konflik-konflik yang terjadi di sekolah, yakni melibatkan diri secara aktif dalam situasi konflik yang berkembang, pada kasus apapun kepala sekolah harus menjadi seorang partisan yang terampil dalam dinamika konflik, sehingga dapat meningkatkan prestasi seluruh tenaga kependidikan di sekolah.[12]
Mulyasa lebih lanjut menjelasksn, meskipun konflik sudah meruncing dan mengganggu pembelajaran, serta membahayakan pencapaian tujuan pendidikan, kepala sekolah tetap harus dapat mengatasinya. Untuk dapat mengatasi konflik perlu memahami sebab dan sumbernya; berdasarkan pemahaman akan sebab dan sumber konflik dapat dicarikan jalan pemecahan yang paling baik.
Apa yang dikemukakan oleh Mulyasa sejalan dengan Taty Rosmiati dan Dedy Achmad Kurniady. Menurut mereka, kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan memiliki fungsi utama sebagai berikut.
Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerja sama, dengan penuh rasa kebebasan,
Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan.
Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan prosedur kerja, yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk kemudian menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan efektif.
Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok. Pemimpin memberi kesempatan kepada kelompok untuk belajar dari pengalaman. Pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk melatih kelompok menyadari proses dan isi pekerjaan yang dilakukan dan berani menilai hasilnya secara jujur dan obyektif.
Pemimpin bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi.[13]
Oleh karena itu menurut Syaiful Sagala, kepala sekolah haruslah tangguh. Ketangguhan kepala sekolah akan menciptakan sekolah yang bermutu dan kompetitif. Katengguhan ini menggambarkan bahwa kepala sekolah itu memiliki (1) kekuatan teknikal penerapan fungsi-fungsi manajemen; (2) kekuatan manusia pemanfaatan potensi sosial sekolah; (3) kekuatan pendidikan dan kepemimpinan; (4) kekuatan simbolik atas kedudukan profesional; dan (5) kekuatan budaya sebagai sistem nilai yang berorientasi pada budaya mutu dan etos kerja yang tinggi.[14]
Seperti dikutip oleh Husaini Usman, Dunnate (1976) memberikan lima strategi  untuk mengatasi konflik dalam lima kemungkinan, yaitu 1) jika kerjasama sama rendah dan kepuasan diri sendiri tinggi maka gunakan pemaksaan (forcing) atau competing, 2. Jika kerjasama rendah dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan penghindaran (avoiding),  3) jika kerjasama dan kepuasan diri seimbang (cukup) maka gunakan kompromi (compromising), 4) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri tinggi maka gunakan kolaboratif (collaborating), dan 5) jika kerjasama tinggi dan kepuasan diri sendiri rendah maka gunakan penghalusan (smoothing).[15]
 Forcing (pemaksaan) menyangkut penggunaan kekerasan, ancaman, dan taktik-taktik penekanan yang membuat lawan melakukan seperti yang dikehendaki. Pemaksaan hanya cocok dalam situasi tertentu untuk melaksanakan perubahan penting dan mendesak. Pemaksaan dapat mengakibatkan bentuk perlawanan terbuka dan tersembunyi (sabotase).
Avoding (penghindaran) berarti menjauh dari lawan konflik. Penghindaran hanya cocok bagi individu atau kelompok yang tidak tergantung pada lawan individu atau kelompok konflik dan tidak mempunyai kebutuhan lanjut untuk berhubungan dengan lawan konflik.
Compromising (pengkompromian) berarti tawar-menawar untuk melakukan kompromi sehingga mendapatkan kesepakatan. Tujuan masing-masing pihak adalah untuk mendapatkan kesepakatan terbaik yang saling menguntungkan. Pengompromian akan berhasil apabila kedua belah pihak saling menghargai dan saling percaya.
Collaborating berarti kedua belah pihak yang konflik masih saling mempertahankan keuntungan terbesar bagi dirinya atau kelompoknya saja.
Smoothing (penghalusan) atau conciliation berarti tindakan mendamaikan yang berusaha untuk memperbaiki hubungan dan menghindarkan rasa permusuhan terbuka tanpa memecahkan dasar ketidaksepakatan itu. Conciliation berbentuk mengambil muka (menjilat) dan pengakuan. Conciliation cocok digunakan apabila kesepakatan itu sudah tidak relevan lagi dalam hubungan kerja sama.
Sedangkan menurut Mulyasa, mengutip pendapat Thomas, menyebutkan bahwa pendekatan penyelesaian konflik adalah sebagai berikut.[16]
Mempersatukan (integrating). Merupakan salah satu pendekatan penyelesaian konflik melalui tukar menukar informasi dan ada keinginan untuk mengamati perbedaan serta mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Membantu (obliging), menetapkan nilai yang tinggi untuk orang lain sementara dirinya sendiri dinilai rendah. Pendekatan ini untuk mengangkat dan menghargai orang lain , membuat mereka merasa lebih baik dan senang terhadap sesuatu. Pendekatan ini berperan dalam menyempitkan perbedaan antar kedua pihak dan mendorong mereka untuk mencari persamaan.
Mendominasi (dominating). Pendekatan ini menekankan pada diri sendiri dan meremehkan kepentingan orang lain, sehingga kewajiban bisa dikalahkan oleh keinginan pribadi. Pendekatan ini efektif untuk menentukan keputusan secara cepat, dan jika permasalahan tersebut kurang penting.
Menghindar (avoiding).
Mengadakan kompromi (compromising). Pendekatan ini merupakan penyelesaian jalan tengah. Pendekatan ini bisa menjadi pemecah perbedaan, sehingga kompromi hampir selalu dijadikan sarana oleh semua pihak yang berselisih untuk memberikan jalan keluar atau pemecahan masalah.

Dalam hal kasus konflik yang terjadi antara guru NIB dengan beberapa siswa, maka kepala sekolah sebagai manajer telah menempuh beberapa pendekatan untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Pertama, pendekatan avoiding. Terhadap guru NIB, kepala sekolah memberikan waktu selama satu bulan untuk tidak mengajar di kelas dan bahkan istirahat di rumah. Langkah ini diambil karena kepala sekolah melihat bahwa guru NIB mempunyai persoalan diluar kedinasan yang harus diselesaikan sendiri yang bila tidak diselesaikan dengan segera akan mengganggu kinerja guru NIB. Dengan tidak mengajar di kelas maka secara otomatis tidak ada kontak antara guru NIB dengan para siswa yang mengalami konflik dengan dia.
Kedua, pendekatan forching. Dalam konflik ini, kepala sekolah memaksa guru NIB agar memperbaiki kesalahannya, karena kesalahan tersebut merupakan sumber konflik antara guru NIB dengan murid.
Ketiga, pendekatan compromising. Kedua pihak yang mengalami konflik, diminta untuk saling memahami keadaan masing-masing. Guru NIB diminta memahami keinginan murid-muridnya, dan para murid diminta memahami keadaan guru NIB. Dengan saling memahami maka konflik akan bisa diselesaikan dengan baik.

KESIMPULAN
Manajemen konflik merupakan seni untuk mengelola dan menyelesaikan konflik yang terjadi dalam sebuah kelompok atau organisasi, tak terkecuali lembaga pendidikan. Mengingat konflik merupakan sebuah keniscayaan dalam setiap komunitas yang terdiri dari bermacam-macam individu dengan karakteristik masing-masing, maka pemimpin atau dalam hal ini adalah kepala sekolah harus memiliki bekal/ilmu dalam mengatasi konflik.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepala SMP Negeri 1 Warungasem telah menerapkan manajemen konflik dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dilingkungan kerjanya. Sebagai manajer, kepala sekolah telah mampu mengelola dan menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan konflik lain yang lebih luas.
Oleh karena konflik pasti akan selalu muncul, maka kepala sekolah semestinya menyaipakan tips atau trik dalam manajemen konflik, diantaranya adalah mengelola waktu dengan baik, mengembangkan energi dan memecahkan masalah.




DAFTAR PUSTAKA

Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik: Definisi dan Teori Konflik, jepits.wordpress.com/2007/12/19/
 E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006.
Eko Putro Widoyoko,  Manajemen Konflik Dalam Organisasi, www.um-pwr.ac.id
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2001 
Jennifer Batton,  A World  of Possibilities: Conflict Resolution Education Around the Globe Educators as Change Agents, Global Issues Resource Center, www.tri-c.edu/community/girc.htm
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan, Pekalongan, STAIN Pekalongan Press, 2008.
Riduwan, Ed., Manajemen Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2010.
Sagala, Syaiful, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung, Alfabeta, 2010.
Syafaruddin ­dan Irwan nasution, Manajemen Pembelajaran, Ciputat, Quantum teaching, 2005
Tilaar, H.A.R, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2006
Usman, Husaini, Manajemen, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara, 2006.



[1] Syafaruddin dan Irwan nasution, Manajemen Pembelajaran, (Ciputat: Quantum teaching, 2005), hal. 70-71.
[2] Ardy Maulidy Navastara, Manajemen Konflik: Definisi dan Teori Praktek, jepits.wordpress.com/2007/12/19/
[3] Ibid.
[4] Eko Putro Widoyoko,  Manajemen Konflik Dalam Organisasi, www.um-pwr.ac.id
[5] Syafaruddin dan Irwan nasution, Manajemen Pembelajaran, hal. 72.
[6] Ibid, hal. 73
[7] Ibid., hal. 74. Lihat juga Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2008), hal. 122-123.
[8] Ibid.
[9] Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 32-34.
[10] Ibid., hal. 39.
[11] Ibid., hal. 45.
[12] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 247.
[13] Taty Rosmiati dan Dedy Achmad Kurniady, Kepemimpinan Pendidikan, dalam Riduwan, Ed., Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 126.
[14] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 89.
[15] Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 390.
[16] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, hal. 249-251.

1 komentar:

  1. Artikel Baguss....
    Konflik terutama dalam organisasi tidak bisa dihindari, namun tidak semua konflik itu buruk, ada kalanya konflik mampu menghasilkan solusi terbaik dari sekian banyak perbedaan pendapat.
    Sekedar ingin berbagi, barangkali bisa sedikit menambah artikel mengenai manajemen konflik.
    Klik --> Makalah Manajemen Konflik

    BalasHapus